Gunung Merbabu: Pendakian Pertama (3145mdpl)
“Sampe si Kacamata kampret itu ninggalin kita, gue sumpahin
dia makin pesek!”
Umpatan gue bukan sekedar umpatan orang yang lagi kesel karena
ditinggal hampir du paer tiga rombongan pendakian. Tapi karena rombongan gue yang notabene
kebanyakan ceweknya ketimbang cowoknya emang ketinggalan jauh bingit sampai
terseok-seok di tengah malam demi mencapai Selo, kaki gunung Merbabu, tempat
dimana gue dinobatkan jadi pria paling ganteng sejagat. Halah. Itu meeting point buat balik lagi ke Jakarta.
2011.
Ini adalah kisah kali pertama gue manjat gunung. Langsung gunung
Merbabu pulak. Semua temen-temen gue bahkan sampe bilang: “Ah, gila lo, gunung
pertama udah Merbabu aja!”
Gue, tentu aja, nyengir-nyengir girang doang karena gak tau-dan-gak mau tau gimana medannya itu gunung, berat-gaknya, santai-gaknya. Yang paling penting: gue mau naik gunung! \o/
Secara, yang pertama pasti selalu bikin excited banget-banget. Seolah-olah mimpi jadi nyata. Makin excited karena sebelum naik Merbabu, gue sempet baca
novelnya Donny Dhirgantoro, 5cm. Makin jadi deh….
Total dari rombongan yang berangkat dari Jakarta ada 24 orang dan terbagi jadi 3 kelompok
pendakian. Rombongan gue kebetulan ada 3 cowok dan 4 cewek. Kami memutuskan jadi rombongan yang terakhir jalan karena hampir semuanya meskipun
udah pernah naik gunung, tapi masih belum pernah menginjakkan kaki di Merbabu
sama sekali, apalahi gue, yang masih newbie-tol.
Selain itu, dengan lebih banyaknya komposisi cewek, pasti bakalan jalan lebih
lambat daripada 2 rombongan lainnya yang cowok semua dan udah expert.
Medan demi medan kami lewati setelah memulai pendakian dari
jam sepuluh malam.
Ladang penduduk yang penuh dengan kubis, wortel, dan
sayur-sayuran lain jadi medan pertama yang harus dilewati. Setelah pos bayangan
satu, jalanan mulai menanjak perlahan. Setapak demi setapak kami lewati.
Seneng? Pasti. Capek? Lebih-lebih… (tapi banyak senengnya, sih).
Sampai beberapa saat kami memutuskan untuk istirahat di pos
satu yang rupanya cuma hamparan tanah sempit ditumbuhi ilalang. But, ini salah satu spot paling menarik.
Mulai dari sini, kami sudah bisa melihat betapa tingginya kami dari tanah kota
Salatiga.
Pelan tapi pasti, rombongan kecil kami berjalan terus
menembus malam.
Selain suara kami yang kelelahan dan penuh dengan rasa
bahagia, juga banyak suara-suara malam yang muncul.
Tapi, gak terasa medan makin lama makin terjal dan malam
makin dingin. Gue yang ditunjuk jadi kepala rombongan kecil itu mulai merasa
takut kehilangan arah sampai…. *sok misterius*
Sampai tiba-tiba ada sosok hitam yang mulai menunjukkan
jalan ke gue untuk mencapai pos pemancar. Pos pertama dimana kami memutuskan
akan beristirahat cukup lama di sana.
Awalnya gue gak kepikiran macem-macem mengenai itu sosok.
Sampai pada suatu titik dimana gue harus merangkak naik karena sudut kemiringan
lereng puncak pemancar yang gue daki itu kira-kira 45 derajat.
Saat itu kepala gue pusing, badan gue juga ikutan pusing
karena carrier yang gue bawa sarat
muatan, tangan gue juga udah beku karena posisi kami udah makin tinggi dan udah
jam tiga pagi.
Gue mau gak mau harus merangkak karena gue terlalu takut
berdiri…
Gunung merbabu itu gunung yang bisa dibilang gundul. Gue
bahkan menyebut tempat itu sebagai ‘puncak ngablak’ karena pas ngedaki itu
lereng, kalau liat bawah, lampu kota bisa keliatan jelas.
It means that, kalo meleng dikit, jatoh, pasti mati.
Oke, kalo gak
mati, paling cacat… *bergidik*
Kemudian sosok itu… *jeng jeng jeng*
Tiba-tiba ada disebelah gue. Ikut nanjak
bareng gue…… *merinding nulisnya*
Seolah, dia lagi nyemangatin gue dan tetep jadi penunjuk
jalan buat gue. Okey, agak scary, tapi
untungnya bentuk itu sosok persis bayangan tapi 3D.
Dan cuma gue yang (bisa) liat. Dan gue gak bisa bilang ke
siapapun di rombongan gue kalau mau rombongan ini aman. Jadi, gue telan sendiri
pil pahit kenyataan ini… #tsaahh
Puncak pemancar
Namanya puncak pemancar.
Tempat ini salah satu puncak bayangan gunung Merbabu yang
konon katanya ada 7 – 9 puncak. Gue lupa mana yang bener. Sesuai dengan
namanya, di puncak ini ada pemancarnya.
Iya, pemancar…
Jangan tanya gue gimana bisa ada pemancar di sana. Gue juga gak
tau. *ditimpuk*
Setelah istirahat yang (gak) cukup selama sejam di puncak
pemancar. Kami sempatkan isi tenaga dengan mie seadanya, foto-foto sepuasnya,
hunting sunrise, dan kedinginan berjamaah. Kami gak tidur. Itu bodohnya. Gak
tidur.
Kami bergerak lagi menyusuri jalanan setapak buat mencapai
puncak-puncak selanjutnya.
Perjalanan kami mulai lagi di pagi hari. Pemandangannya? Gak
ada yang bisa diungkapkan dengan kata-kata….
Jembatan Setan
Jembatan ini sebenernya bukan benar-benar jembatan. ‘Cuma’
tanjakan 45 derajat sempit buat sampai ke atas. Berani gak gue lewatinnya?
Berani dong…. *tapi tiap kali ngelirik ke bawah, rasanya pipis gue netes dikit-dikit*
Sayang banget, karena deg-degan, takut, dan semacamnya, gue
gak bisa ambil itu foto jembatan setan…
Puncak Kenteng Songo
Dugaan kami benar telak. Dari yang awalnya kami rombongan
terbelakang, jadi yang pertama karena jalan terus dan gak sempet istirahat,
kami jadi rombongan terbelakang lagi karena 2 rombongan itu berhasil sampe
duluan di Puncak Kenteng Songo.
Mencapai Kenteng Songo?
Bisa dibilang susah. Karena kami harus meklewati beberapa
jalan yang harus melipir dan nempel tebing. Kepleset dikit, die. Die pokoknya. *malah nakutin*
Belum lagi harus semacam rock
climbing kecil-kecilan buat sampe puncaknya. Mana bawa-bawa carrier. Ngenes banget...
Tapi kebayar puasnya pas sampe di puncaknya….
Kalau saat itu gak hujan deras, mungkin gue udah kayang.
Tapi berhubung hujan deras, jadinya gue menggigil doang.
“Sampe si Kacamata kampret itu ninggalin kita, gue sumpahin
dia makin pesek!”
*diulang lagi*
Waktu itu udah jam 9 malem. Dan rombongan kecil kami + 2
orang dari rombongan depan yang tertinggal karena cedera, tertinggal jauh.
Kemungkinan besar 2 rombongan itu sekarang udah tidur nyenyak di basecamp, sementara kami masih terseok-seok
cari jalan yang benar dalam kondisi kedinginan, basah kuyup, kelelahan, dan
hilang arah.
Gue, tentu aja mengumpat-umpat, memaki, dan menyalahkan
ketua rombongan besar kami yang berkacamata, freak, dan songong yang dengan jumawa di atas puncak kenteng
songo bilang: “Jalan turun, jalan terus aja, kira-kira cuma 3-4 jam kok kita
udah bisa sampe Selo. Pokoknya jangan tunggu-tungguan!”
Rasanya kalau dia ada dihadapan gue saat itu, gue jambak aja
kali bibirnya.
Nyatanya, kami berangkat siang sekitar jam 2-an dari puncak
kenteng songo dan jam segitu masih nyasar di tengah-tengah hutan rimba
seadanya.
Yang paling menyebalkan adalah, pas kali pertama turun,
ketemu sama warga lokal yang bilang kalau: “Selo udah dekat kok, paling
lama sejam deh…”
Yah, namanya juga warga lokal yekann, mulutnya itu plasu. Gak bisa dipercaya. Nyatanya, udah jalan selama TUJUH JAM dan masih nyasar. Ya Tuhaaan~~
Setelah umpatan yang gue lontarin tadi, akhirnya kami udah
gak sanggup lagi jalan. Kami memutuskan untuk membuka tenda dan beristirahat.
Kondisi kami udah cukup memprihatinkan. Sisa logistik cuma SETENGAH BUNGKUS kacang kulit dan SEPAROH BOTOL fanta 1,5L untuk 9 orang. Dan belum tidur dari pertama kali bergerak dari basecamp Kopeng.
Baju basah,
raincoat juga gak ada gunanya. Senter semua mati. Medan makin terjal dan gelap. Hati kesel. Jiwa kosong. Status masih jomblo. Lengkap sudah penderitaan gue.
Setelah ganti baju seadanya, kami masuk tenda, masuk sleeping bag masing-masing dan masuk ke
alam mimpi tanpa peduli hujan, dingin,
binatang buas maupun jinak, sosok hitam yang terus menerus ngikutin gue, dan rasa
lapar kami karena cuma dinner kacang
kulit…
Gak terasa jam 9 pagi kami udah terbangun dan segera
bergegas untuk turun ke Selo. Masing-masing dari kami udah cukup segar meskipun
tetap membutuhkan makanan yang layak ketimbang sisa-sisa kacang kulit yang kami
makan lagi untuk sarapan seadanya.
Tapi paling tidak, dengan bantuan matahari, perjalanan kami
jauh lebih terang. Dan perasaaan gue juga jauh lebih tenang mengingat posisi
gue yang jadi leader dan selalu diikuti yang “macam-macam” kalau malam.
Gue seenggaknya bisa inget betapa amazed nya gue pas turun dari kenteng songo dan ngeliat gunung
Merapi berdiri tegak di hadapan gue. Hijau. Besar. Gue merasa kecil sekali…
Gue juga bisa inget waktu gue diteriakin temen-temen gue
karena gue hilang ditelan kabut yang super tebel di padang apalah namanya gue
lupa.
Gue juga bisa inget gimana gue gelinding-gelinding sendirian
pas turun bukit demi nyariin jalan yang “layak” buat temen-temen gue yang
kebanyakan cewek itu.
Terus gue juga inget pas lagi nungguin mereka turun gue
gak sanggup lagi nahan pup. Makin gak sanggup pas gerimis mulai turun dan sosok
hitam itu tiba-tiba ada lagi di samping gue yang sendirian, dia seolah
tersenyum sambil nemenin gue… *merinding lagi nulisnya*
Dan akhirnya kami sampai Selo.
Mencapai peradaban lagi…
Yang bisa gue lakukan saat itu Cuma sujud syukur dan
menangis… Karena gue kembali lagi dalam kondisi baik-baik saja.
Seru sekali pendakiannya, Mbak. Aku cuma bisa iri aja sih.. Belum kesampaian buat mendaki Sibayak dan Sinabung yang cuma selemparan batu dari Aceh. :D
ReplyDeleteAku laki-laki mas-nyaaahhhh... hahaha. But, thanks buat komennya.. ditunggu tulisan terbaruku yaa... ^^
ReplyDeletekeren sekali mas, saya kemarin juga naik merbabu kurang persiapan
ReplyDeletefisik yang telah lama istirahat tidak dibawa ngebut ke puncak
jadinya kram karena kaki belum pemanasan malah udah kedinginan
tapi overall itulah kenikmatan naik gunung
rasa menyesal kenapa naik itulah yang seakan jadi ketagihan untuk naik dan naik lagi
.
mampir ke blog saya ya mas..
salam celoteh backpacker :D
Tengkyu udah mampir! Aku segera meluncurrr.... *ambil papan seluncuran*
Deletebwakakakakak, tdi ane search merbabu eeh tak disangka munculx om acen.. :P
ReplyDeleteklo inget si idung pesek kok malah jdi inget diri saia sendiri yah, betapa songgongx ane waktu jadi navigator dan walhasil, kesasar lama deh di arcopodo.. padahal waktu itu banyak pendaki lain yg jga dgn songgongx ikutan dibelakang saia, kekekekekek..
Woo Agus woo.... mau ke merbabu gus? Ikuuutt... *tukang ikut*
Deletekok mengerikan gini mas :(
ReplyDeleteHaahahaaha.. ya gitu deh kenyataan pahitnya. TAPI Merbabunya itu kereeeeen kok! Trust me! Asal bawa orang yang bener aja. :D
Deleteada yang berbahaya nggak mas jalurnya ?
Deletejadi teringat pendakian ne yang pertama kali, Gunung Sumbing.
ReplyDeletesalam lestari
Salam lestarii makasih udh mampir1 ;d
Deletepenasaran dengan si 'sosok hitam' :)
ReplyDeleteGue terharu, Cen :'((
ReplyDeleteUntung nggak ketemu macan putih ya Bang?
ReplyDeletemasih bingung deh. ini naiknya lewat selo atau kopeng sih? :o. btw, pengalamannya keren inih. waktu pertama ke merbabu gue juga rame-rame tapi alhamdulilahnya nggak pake acara nyasar :D. terus habis itu gue kesana lagi sama temen cuma berdua doang. gue sempet ragu takut kalau nanti nyasar karna disini posisinya gue sebagai leader. untungnya semua berjalan lancar :D
ReplyDeletePingin ke Merbabu tapi jalur wekas kebakaran (tgl 27 baca di berita) dan ga tau skrg gimana.. sampai sekarang sih belum turun hujan. Mungkin belok ke Merapi. Tapi teteppp pingin ke Merbabu :( :(
ReplyDeleteparah tu mb, kebakar nya.
Deletekalo mbak nya mau, naik nya lewat sisi timur g.merbabu saja. kec.ampel, kab.boyolali..
tolong infonya gan pendakian ditutup sampai kapan ya tgl 18 mau ke merbabu, kunjungi juga di My experience
ReplyDeleteaduh aku ndak tau he, tapi kemarenan sih udah pada main
Deletejika ada yg ingin trek lbih extreme tp cepat sampai puncak merbabu, (cuma 4 jam) kunjungi blog saya. atau my pin: 7e8fdddb
ReplyDeletesosok hitam nya baik yaaa.... :)
ReplyDeleteWa keren mas, aku rencananya tgl 25 ini mau mendaki merbabu, juga newbie wkwk mabntap
ReplyDeleteHahaaa ngakak gw baca tulisan lu bang... tapi mantap lah pengalamannya.
ReplyDeletePadahal mau cari info tentang merbabu, eh malah kesasar baca ni tulisan. Tp ga nyesel bacanya..
Sabar ya mas2 yg di panggil mba... :-D
Wahaha, ngakak euy
ReplyDeletetapi lewat jalur mana itu, om?
kalo lihat dari fotonya asal nebak nih kayaknya dari Wekas ya?
Lewat Selo naik turun seru juga
ceritanya ada disini
http://www.backpangineer.com/2015/01/cerita-pekerja-kantoran-menerobos-debu.html
Baca ceritanya jadi pengin naik gunung merbabu. Keren dah ceritanya..
ReplyDeletelewat kopeng aja kalau meu ke merbabu. untuk pemula mendingan ke andong aja deket merbabu. cuman 1700an Mdpl kok. tp sensasinya asik banget. mata airnya seger pula
ReplyDeleteHahaha seru jg kyknya...ada rencana ke merbabu bln juni Mga2 lancar jyaaaa. ..
ReplyDeleteHuaaa baca nya seruu apalagi ketemu yg ituu..gunung pertamaa kali yg gue naik tapi ga pakai ktemu yg ituu..dah 3x naik merbabu tiap tahun pas pendakian masal kampus solo..dah skr pengen naik lagi cm belum ktemu open trip pendakian merbabu huhu
ReplyDeleteBtw nice story mas..😍👍🏽